Galeri

Nasehat Nenek Dengan Pencilnya

This gallery contains 2 photos.

BELAJAR DARI HIKMAH SEBUAH PENSIL ________________________________________________ Kisah Nasehat Sederhana Dari Si Nenek yang Cerdik ________________________________________________ Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat. “Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?” Mendengar pertanyaan si cucu, sang … Baca lebih lanjut

Galeri

Wanita Korban Chating..!!

Bercerai dari Suami Akibat Kecanduan Chatting Duh,…siapa yang tidak kenal dengan chatting?? Rasanya hampir sebagian besar umat manusia diatas muka bumi ini mengenal chatting dengan baik,…bahkan amat akrab dalam kehidupan kita sehari-hari.Sarana yang satu ini memang sangat bermanfaat sekali bagi … Baca lebih lanjut

Galeri

Kisah Teladan Pernikahan Julaibib

This gallery contains 1 photo.

Kisah Julaibib dan Pengantin Perempuan Wanita shalihah adalah seorang wanita yang tahan memegang bara … Jika datang perintah dari syariat kepada salah seorang mereka, dia taat, terima, dan tunduk. Dia tidak menyanggah, tidak membangkang, ataupun mencari alasan untuk tidak menerimanya. Perhatikanlah … Baca lebih lanjut

Kisah Teladan Nabi Muhammad Saw dengan Sang Nenek Pembenci Rosululloh

Sesungguhnya Kesabaran, Sikap yang Baik dan menahan Amarah akan membawa manfaat yang baik.
Ambillah sebuah pelajaran dari cerita berikut ini,

______________________________________________________________

Dikisahkan bahwa ada seorang wanita tua yang sedang melintasi gurun pasir dengan membawa beban barang bawaannya yang cukup berat. Wanita tua itu tampaknya sangat kepayahan, namun demikian dia tetap berusaha untuk membawa barang bawaannya dengan sekuat tenaga.

Tidak lama kemudian tampak dari kejauhan, seorang laki-laki muda dengan wajah yang sangat tampan datang menemui wanita tua itu. Laki-laki itu menawarkan diri kepada wanita tua tersebut untuk membantu membawa barang bawaannya dan wanita tua yang sedang kepayahan itu menerima tawaran tersebut dengan segala senang hati. Kemudian laki-laki itu pun mengangkat dan membawa barang bawaan wanita tua itu, lalu mereka berjalan beriringan.

Dalam perjalanan, wanita tua ini banyak bicara dan ternyata dia adalah seorang wanita yang senang berbicara.

“ Anak muda, senang sekali kamu mau membantu dan menemani saya dan saya sangat menghargainya ”, kata wanita itu.

Laki-laki itu hanya tersenyum mendengar ucapan wanita tua itu dan kemudian wanita tua itu berkata lagi : “ Anak muda, selama kita berjalan bersama, saya hanya punya satu permintaan untuk kamu. Janganlah kamu sekali-kali berbicara apapun tentang Muhammad, karena gara-gara dia, tidak ada lagi rasa damai dan saya merasa sangat terganggu dengan pemikirannya. Jadi sekali lagi saya minta kepada kamu, jangan berbicara apapun tentang Muhammad ”.

Laki-laki itu kembali tersenyum dan dengan sabar dia terus mendengarkan perkataan wanita tua itu. Wanita tua itu lalu melanjutkan perkataannya lagi :

“ Muhammad itu benar-benar membuat saya kesal. Saya selalu mendengar nama dan reputasinya kemanapun saya pergi. Dia dikenal berasal dari keluarga dan suku yang terpercaya, akan tetapi tiba-tiba dia memecah belah orang-orang dengan mengatakan bahwa Tuhan itu satu ”.

“ Dia menjerumuskan orang yang lemah, orang miskin dan budak-budak. Orang-orang itu berpikir mereka akan dapat menemukan kekayaan dan kebebasan dengan mengikuti jalannya. Dia merusak anak-anak muda dengan memutarbalikkan kebenaran. Dia meyakinkan mereka bahwa mereka kuat dan bahwa ada suatu tujuan yang bisa diraih. Jadi anak muda, jangan sekali-kali kamu berbicara tentang Muhammad”, kata wanita tua itu lagi dengan nada yang kesal.

Tidak lama kemudian setelah mereka berjalan, sampailah mereka di tempat tujuan. Laki-laki itu lalu menurunkan barang bawaannya dan wanita tua tersebut menatap laki-laki itu dengan senyumannya sambil berkata : “ Terima kasih banyak, anak muda. Kamu sangat baik. Kemurahan hati dan senyuman kamu itu sangat jarang saya temukan. Biarkan saya memberi satu nasihat untuk kamu, jauhi Muhammad!. Jangan pernah memikirkan kata-katanya atau mengikuti jalannya. Kalau kamu lakukan itu, maka kamu tidak akan pernah mendapatkan ketenangan. Yang ada hanya masalah.”

Laki-laki itu masih saja tersenyum ketika mendengarkan ucapan dan nasehat dari wanita tua itu. Kemudian laki-laki itu mohon diri untuk meninggalkan wanita tua itu, namun pada saat laki-laki itu berbalik menjauh, wanita itu menghentikannya : “ Maaf, sebelum kita berpisah, bolehkah saya tahu siapa namamu, anak muda?”.

Laki-laki itu kembali tersenyum kemudian dengan lembut memberitahukan namanya dan ternyata wanita itu sangat terkejut ketika laki-laki itu menyebutkan namanya.

“ Maaf, apa yang kamu bilang tadi? Kata-kata kamu tidak terdengar jelas. Telinga saya semakin tua dan terkadang saya tidak bisa mendengar dengan baik. Kelihatannya ada yang lucu, karena saya pikir tadi saya mendengar kamu mengucapkan Muhammad ”.

“ Iya, Saya Muhammad ”, laki-laki itu mengulang kata-katanya lagi kepada wanita tua itu. Wanita tua itu terpaku memandangi Rasulullah SAW dan tidak lama kemudian tiba-tiba meluncur kata-kata dari mulutnya :

“ Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya “.

_____________________________________________________________
Subhanallah…Allahu Akbar….itulah Rasulullah SAW, betapa agung dan mulianya pribadi beliau. Dengan kesabaran dan kewibawaannya yang luar biasa, Rasulullah SAW sanggup mengubah hati seorang wanita tua yang tadinya sangat membencinya, tapi kini menjadi sangat mencintainya hanya dalam waktu yang singkat.

Allahumma Sholli ‘ala Muhammad Wa’ala Ali Muhammad.

Kisah Ibu Teladan dalam Jihad Fiisabilillah

“KSATRIA MUDA” (KISAH HARU DI MEDAN JIHAD)

 Ibnu Jauzi dalam shifatus Shofwah, dan Ibnu Nahas dalam Masyaariqul ‘Asywaaq mengisahkan dari seorang salih yang bernama Abu Qudamah as-Syami’ (saya kira yang dimaksud pemuda dalam judulnya adalah Abu Qudamah).
Abu Qudamah , konon adalah orang yang hatinya dipenuhi kecintaan akan jihad fii sabilillah. Tak pernah dia mendengar akan jihad fii sabilillah, atau adanya perang antara kaum muslimin dengan orang kafir, kecuali ia selalu mengambil bagian bertempur di pihak kaum muslimin. Suatu ketika saat ia sedang duduk-duduk di Masjidil Haram, ada seorang yang menghampirinya seraya berkata, ” Hai, Abu Qudamah, ceritakanlah peristiwa paling ajaib yang pernah kamu alami dalam berjihad.” “Baiklah, aku akan menceritakannya bagi kalian,” kata Abu Qudamah.

“Suatu ketika aku berangkat bersama beberapa sahabatku untuk memerangi kaum salibis di beberapa pos penjagaan dekat perbatasan. Dalam perjalanan itu aku melalui kota Raqqah (sebuah kota di Irak, dekat dengan eufrat)”. Disana aku membeli seekor unta yang akan kugunakan untuk membawa persenjataanku. Disamping itu aku mengajak warga kota lewat masjid-masjid, untuk ikut serta dalam jihad dan berinfak fi sabilillah”. Menjelang malam harinya, ada seorang yang mengetuk pintu. Tatkala kubukakan, ternyata ada seorang wanita yang menutupi wajahnya dengan gaunnya.

AQ:”Apa yang anda inginkan?”

W:”Andakah yang bernama Abu Qudamah?”

AQ:”Benar”

W:”Andakah yang hari ini mengumpulkan dana untuk membantu jihad di perbatasan?”

Maka wanita itu menyerahkan secarik kertas dan sebuah bungkusan terikat, kemudian berpaling sambil menangis.Pada kertas itu tertulis: “Anda mengajak kami untuk berjihad, namun aku tak sanggup untuk itu. Maka kupotong dua buah kucir rambut kesayanganku agar anda jadikan sebagai tali kuda Anda. Kuharap bila Allah melihatnya pada kuda Anda dalam jihad, Dia mengampuni dosaku karenanya”(dari kucir rambut inilah kisah selanjutnya terjadi)
“Demi Alah, aku kagum atas semangat dan kegigihanya untuk ikut berjihad, demikian pula kerinduannya untuk mendapat ampunan Alah dan surga-Nya” kata Abu Qudamah.

Kesekoan harinya, aku bersama sahabtku beranjak meninggalkan Raqqah. Tatkala kami tiba di benteng Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seorang penunggang kuda yang memanggil-manggil.

“Hai Abu Qudamah…Hai Abu Qudamah…tunggulah sebentar, semoga Allah merahmatimu,” teriak orang itu.

“Kalian berangkat saja duluan, biar aku yang mencaritahu tentang orang ini” perintahku pada para sahabatku.

Ketika aku hendak menyapanya, orang itu mendahuluiku dan mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang mengizinkanku untuk ikut bersamamu, dan tidak menolak keikutsertaanku”.

“Apa yang kau inginkan” tanyaku.

“Aku ingin ikut bersamamu memerangi orang-orang kafir”, jawabnya.

“Perlihatkan wajahmu, aku ingin lihat, kalau engkau cukup dewasa dan wajib berjihad, akan aku terima. Namun jika masih kecil dan tidak wajib berjihad terpaksa kutolak” kataku.

Ketika ia menyingkap wajahnya, tampaklah olehku wajah yang putih bersinar bak bulan purnama. Ternyata ia masih muda belia dan umurnya baru 17 tahun.

“Wahai anakku, apakah kamu memiliki ayah?” tanyaku.

“Ayahku terbunuh di tangan kaum salibis dan aku ingin ikut bersamamu untuk memerangi orang yang membunuh ayahku” jawabnya.

“Bagaimana dengan ibumu, masih hidupkah dia?” tanyaku lagi.

“Ya” jawabnya.

“Kembalilah ke ibumu dan rawatlah ia baik-baik, karena surga ada dibawah telapak kakinya” pintaku kepadanya.

“Kau tak kenal ibuku?” tanyanya.

“Tidak” jawabku.

“Ibuku ialah pemilik titipan itu,”katanya.

“Titipan yang mana” tanyaku.

“Dialah yang menitipkan tali kuda itu” jawabanya.

“Tali kuda yang mana” tanyaku keheranan.

“Subhanallah..!! Alangkah pelupanya Anda ini, tidak ingatkah Anda dengan wanita yang datang tadi malam menyerahkan seutas tali kuda dan bingkisan?”

“Ya, aku ingat” jawabku.

“Dialah ibuku! dia menyuruhku untuk berjihad bersamamu dan mengambil sumpah dariku supaya aku tidak kembali lagi,” katanya.

“Ibuku berkata,”Wahai anakku, jika kamu telah berhadapan dengan musuh, maka janganlah kamu melarikan diri. Persembahkan jiwamu untuk Allah. Mintalah kedudukan disisiNya, dan mintalah agar engkau ditepatkan bersama ayah dan paman-pamanmu di jannah. Jika Allah mengaruniamu mati syahid, maka mintalah syafaat bagiku”.

Kemudian ibu memelukku lalu menengadahkan kepala ke langit seraya berkata “Ya Allah..ya Ilahi…inilah puteraku, buah hati dan belahan jiwaku, kupersembahkan ia untukmu, maka dekatkanlah ia dengan ayahnya.”.

“Aku benar-benar takjub dengan anak ini”. Kata abu Qudamah, lalu anak itu pun segera menyela,

“Karenanya, kumohon atas nama Allah, janganlah kau halangi aku untuk berjihad bersamamu. InsyaAllah akulah asy-syahid putera asy-syahid. Aku telah hafal Al-Quran. Aku juga jago menunggang kuda dan memanah. Maka janganlah meremehkanku hanya karena usiaku yang masih belia” kata anak itu memelas.

Setelah mendengar uraiannya aku tak kuasa melarangnya maka kusertakan ia bersamaku.

Demi Allah, ternyata tak pernah kulihat orang yang lebih cekatan darinya. Ketika pasukan bergerak, dialah yang tecepat. ketika kami singgauh untuk beristirahat, dialah yang paling sibuk mengurus kami, sedang lisanya tak pernah berhenti dari dzikrullah sama sekali. Kemudian, kamipun singgah disuatu tempat dekat pos perbatasan. Saat itu matahari hampir tenggelam dan kami dalam keadaan berpuasa. Maka ketika kami hendak menyiapkan hidangan untuk berbuka dan makan malam, bocah itu bersumpah atas nama Allah bahwa ialah yang akan menyiapkanya. Tentu saja kami melarangnya karena ia baru saja kecapaian selama perjalanan panjang tadi. Akan tetapi bocah itu bersikeras menyiapkan hidangan bagi kami. Maka ketika kami beristirahat disuatu tempat, kami katakan kepadanya, “Menjauhlah sedikit agar asap kayu bakarmu tidak mengganggu kami”.

Maka bocah itupun mengambil tempat yang agak jauh dari kami untuk memasak. Akan tetapi bocah itu tak kunjung tiba. Mereka merasa bahwa ia agak terlambat menyiapkan hidangan mereka.
“Hai Abu Qudamah, temuilah bocah itu. ia sudah terllau lama memasak. Ada apa denganya?” pinta seseorang kepadaku. lalu aku bergegas menemuinya, maka kudapatkan bocah itu telah menyalakan api unggun dan memasak sesuatu diatasnya. tapi karena terlalu lelah, ia pun tertidur sambil menyandarkan kapalanya pada sebuah batu. Melihat kondisinya yang seperti itu, sungguh demi Allah aku tak sampai hati mengganggu tidurnya, namun aku juga tak mungkin kembali kepada mereka dengan tangan hampa, karena sampai sekarang kami belum menyantap apa-apa. Akhirnya kuputuskan untuk menyiapkan makanan itu sendiri. Aku pun mulai meramu masakanya, dan sembari menyiapkan masakan , sesekali aku melirik bocah itu. Suatu ketika terlihat olehku bahwa bocah itu tersenyum. Lalu perlahan senyumanya makin lebar dan mulailah ia tertawa lebar kegirangan. Aku merasa takjub melihat tingkahnya tadi, kemudian ia tersentak dari mimpinya dan terbangun.

Ketika melihatku menyiapkan masakan sendirian, ia nampak gugup dan buru-buru mengatakan, “Paman, maafkan aku, nampaknya aku terlambat menyiapkan makanan bagia kalian.”

“Ah tidak, kamu tidak terlambat ko,” jawabku.

“Sudah, tinggalkan saja masakan ini. Biar aku yang menyiapkanya, aku adalah pelayan kalian selama jihad.” kata bocah itu.

“Tidak,” sahutku, “Demi Allah,kau tak kuizinkan menyiapkan apa-apa lagi bagi kami sampai kau ceritakan kepadaku apa yang membuatmu tertawa sewaktu tidur tadi? keadaanmu sungguh mengherankan,” lanjutku.

“Paman, itu sekedar mimpi yang kulihat sewaktu tidur,” kata si bocah.

“Mimpi apa yang kau lihat?” tanyaku.

“Sudahah, tak usah bertanya tentangnya, ini masalah pribadi antara aku dengan Allah,” sahut bocah itu.

“Tidak bisa, kumohon atas nama Allah agar kamu menceritakanya,” kataku.

“Paman, dalam mimpi itu tadi aku melihat seakan-akan aku berada di Jannah, kudapati Jannah itu dalam segala keindahanya dan keagunganya, sebagaiana yang Allah ceritakan dalam Al-Quran”.

Sembari aku jalan-jalan didalamnya dengan penuh terkagum-kagum tiba-tiba tampaklah olehku sebuah istana megah yang berkilauan, dindingnya dari emas dan perak, terasnya dari mutiara dan batu permata, dan gerbangnya dari emas.

Di teras itu ada kerai-kerai yang terjuntai, lalu perlahan-lahan kerai itu tersingkap dan tampaklah gadis-gadis belia nan cantik jelita, wajah mereka bersinar bak rembulan.” Kutatap wajah-wajah cantik itu dengan penuh kekaguman, sungguh, kecantikannya yang luar biasa,gumamku, lalu muncullah seorang gadis lain yang lebih cantik dari mereka, dengan telunjuknya ia memberi isyarat kepada gadis yang berada disampingnya, seraya mengatakan “Inilah (calon) suami al-Mardhiyah…ya..dialah calon suaminya, benar, dialah orangnya!”. Aku tak paham siapa itu al-Mardhiyyah, maka aku bertanya kepadanya, “kamukah al-mardhiyyah..??
“Aku hanyalah satu diantara dayang-dayang al-mardhiyyah…” katanya. “Anda ingin bertemu dengan al-Mardhiyyah..?” tanya gadis itu.

“Kemarilah..masuklah kesini, semoga Allah merahmatimu,” serunya.

Tiba-tiba diatasnya ada sebuah kamar dari emas merah.. dalam kamar itu ada dipan yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari perak putih yang berkilauan. Dan diatasnya , seorang gadis belia dengan wajah bersinar laksana surya!! Kalaulah Allah tidak memantapkan hati dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku karena tak kuasa menatap kecantikanya!! Tatkala ia menatapku, ia menyambutku seraya berkata, “Selamat datang, hai wali Allah dan kekasih Nya. Aku diciptakan untukmu, dan engkau adalah milikku.”
Mendengar suara merdu itu, aku berusaha mendekatinya dan menyentuhnya..namun sebelum tanganku sampai kepadanya, ia berkata,”Wahai kekasihku dan tambatan hatiku…semoga Allah menjauhkanmu dari segala kekejian…urusanmu didunia masih tersisa sedikit…InsyaAllah besok kita akan bertemu selepas Ashar.”

Akupun tersenyum dan senang mendengarnya”.

Abu Qudamah melanjutkan, “usai mendengar cerita si bocah yang indah tadi, aku berkata kepadanya, “InsyaAllah mimpimu merupakan pertanda baik.”

Lalu kami pun menyantap hidangan tadi bersama-sama,kemudian meneruskan perjalanan kami menuju pos perbatasan. Setibanya di pos perbatasan, kami menurunkan semua muatan dan bermalam disana. Keeseokan harinya setelah menunaikan sholat fajar, kita bergerak ke medan pertempuran untuk menghadapi musuh. Sang komandan bangkit untuk mengatur barisan. Ia membaca permulaan surah al-Anfaal. Ia mengingatkan akan besarnya pahala jihad fi sabiilillah dan mati syahid, sembari terus mengobarkan semangat jihad kaum muslimin.”

Abu Qudamah mengisahkan, “Tatkala kuperhatikan orang-orang disekitarku, kudapatkan masing-masing mereka mengumpulkan sanak kerabatnya disekitarnya. Adapun si bocah, ia tak punya ayah yang memanggilnya atau paman yang mengajaknya dan tidak pula saudara yang mendampinginya.
Akupun terus mengikuti dan memperhatikan gerak-geriknya, lalu tampaklah olehku bahwa ia berada di barisan terdepan. Maka segeralah ku kejar ia, kusibak barisan demi barisan hingga sampai kepadanya, kemudian aku berkata, “Wahai anakku, adakah engkau memiliki pengalaman berperang?”

“Tidak…tidak pernah. Ini justru pertempuranku yang pertama kali melawan orang kafir,” jawab si bocah.

“Wahai anakku, sesungguhya perkara ini tidak segampang yang kau bayangkan, ini adalah peperangan. Sebuah pertumpahan darah ditengah gemerincingnya pedang, ringkikan kuda dan hujan panah.

Wahai anakku, sebaiknya engkau ambil posisi di belakang saja. Jika kita menang kau pun ikut menang, namun jika kita kalah kau tak jadi korban pertama.” pintaku kepadanya.
Lalu dengan tatapan penuh keheranan ia berkata,”paman, engkau berkata seperti itu kepadaku?”

“Ya, aku mengatakan seperti itu kepadamu,” jawabku.

“Paman…apa engkau menginginkan aku jadi penghuni neraka..?” tanyanya

“‘Auudzubillah! sungguh, bukan begitu. kita semua tidak berada di medan jihad seperti ini karena lari dari neraka dan memburu surga,” jawabku.

Lalu kata si bocah, “sesunggunya Allah berfirman,
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu bertemu orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk siasat perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali membawa kemurkaan Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya itu” (Qs Al-Anfal 15-16).

“Adakah paman menginginkan aku berpaling membelakangi meeka sehingga tempat kembaliku adalah neraka?”

Akupun heran dengan kegigihanya dan sikapnya yang memegang teguh ayat tersebut. Kemudian aku berusaha menjelaskan, “Wahai anakku, ayat itu maksudnya bukan seperti yang kau katakan.”.

Namun tetap saja ia bersikeras tak mau pindah ke belakang. Aku pun menarik tanganya secara paksa,membawa ke akhir barisan. Namun justru ia menarik lengannya kembali seakan ingin melepaskan diri dari genggamanku. Lalu perang pun dimulai dan aku terhalang oleh pasukan berkuda darinya.

Dalam kancah pertempuran itu terdengarlah derap kaki kuda, diiringi gemerincing pedang, dan hujan panah, lalu mulailah kepala-kepala berjatuhan satu persatu. Bau anyir darah tercium dimana-mana. Tangan dan kaki bergelimpangan. Dan tubuh tak bernyawa tergeletak bersimbah darah.

Demi Allah, perang itu telah menyibukkan tiap orang akan dirinya sendiri dan melalaikan orang lain. Sabetan dan kilatan pedang diatas kepala yang tak henti-hentinya, menjadikan suhu memuncak, seakan akan ada tungku tanur yang menyala diatas kami. Perang pun kian memuncak, kedua pasukan bertempur habis-habisan hingga matahari tergelincir dan masuk zhuhur. Ketika itulah Allah berkenan manganugerahkan kemenangan bagi kaum muslimin dan pasukan salib lari tunggang langgang.

Setelah mereka terpukul mundur, aku berkumpul bersama bebrapa orang sahabatku untuk menunaikan sholat dzuhur. Selepas sholat, mulailah masing-masing dari kita mencari sanak saudaranya diantara para korban. Sedangkan si bocah…maka tak seorangpun mencarinya atau mencari kabarnya. Maka kukatakan dalam hati “Aku harus mencarinya dan menyelidiki keadaanya, barangkali ia terbunuh, terluka atau jatuh dalam tawanan musuh?”

Akupun mulai mencarinya di tengah para korban, aku menoleh ke kanan dan ke kiri kalau-kalau ia terlihat olehku. Disaat itulah aku mendengar suara lirih dibelakakngku yang mengatakan,”Saudara-saudara…tolong…panggilkan pamanku Abu Qudamah kemari!”

Aku menoleh ke arah suara tadi, ternyata tubuh itu adalah tubuh si bocah dan ternyata puluhan tombak telah menusuk tubuhnya. Ia babak belur terinjak pasukan berkuda. Dari mulutnya keluar darah segar. Dagingnya tercabik-cabik dan tulangnya remuk total.
Ia tergeletak seorang diri ditengah padang pasir. Maka aku segera bersimpuh dihadapanya dan berteriak sekuat tenagaku, “Akulah Abu Qudamah!! Aku disampingmu!!”.

“Segala puji bagi Allah yang masih menghidupkanku hingga aku dapat berwasiat kepadamu…maka dengarlah baik-baik wasiatku ini..!” kata si bocah.

Abu Qudamah mengatakan, sungguh demi Allah, tak kuasa menahan tangisku. Aku teringat akan segala kebaikanya, sekaligus sedih akan ibunya yang tinggal di Raqqah. Tahun lalu ia dikejutkan dengan kematian suaminya dan saudara-saudaranya, lalu sekarang dikejutkan dengan kematian anaknya.

Aku menyingsingakan sebagian kainku dan mengusap darah yang menutupi wajah polos itu. Ketika ia merasakan sentuhanku ia berkata, “Paman…usaplah darah dengan pakaianku, dan jangan kau usap dengan pakaianmu”

Demi Allah, tak kuasa aku menahan tangisku dan tak tahu harus berkata apa. Sesaat kemudian bocah itu berkata dengan suara lirih, “Paman…berjanjilah sepeninggalku nanti kau akan kembali ke Raqqah, dan memberi kabar gembira kepada ibuku bahwa Allah telah menerima hadiahnya, dan bahwa anaknya telah gugur di jalan Allah dalam keadaan maju dan pantang mundur. Sampaikan pula padanya jikalau Allah menakdirkan aku sebagai syuhada, akan kusampaikan salamnya untuk ayah dan paman pamanku di Jannah.

Paman…aku khawatir nanti kalau ibuku tak mempercayai ucapanmu. MAka ambillah pakaianku yang berlumur darah ini, karena bila ibu melihatnya ia akan yakin bahwa aku telah terbubuh, dan insyaAllah kami akan bertemu kembali di Jannah.

Paman…setibanya engaku di rumahku, akan kau dapati seorang gadis kecil berumur sembilan tahun. Ia adalah saudariku…tak pernah aku masuk rumah kecuali ia sambut dengan keceriaan,dan tak pernah aku pergi kecuali diiringi isak tangis dan kesedihanya. ia sedemikian kaget ketika mendengar kematian ayah tahun lalu, dan sekarang ia kaget mendengar kematianku.
Ketika melihat mengenakan pakain safar ia berkata dengan berat hati, “Kak, jangan kau tinggal kami lama-lama…segeralah pulang…!!”

Paman…Jika kamu bertemu denganya maka hiburlah hatinya dengan kata-kata yang manis. Katakan kepadanya bahwa kakakmu mengatakan, “Allahlah yang akan menggantikanku mengurusmu”.

Abu Qudamah melanjutkan, “Kemudian bocah itu berusaha menguatkan dirinya, namun napasnya mulai sesak dan bicaranya tak jelas. Ia berusaha menguatkan dirinya untuk kedua kalinya dan berkata “Paman…demi Allah…mimpi itu benar…mimpi itu sekarang menjadi kenyataan. Demi Allah, saat ini aku benar-benar sedang melihat al-Mardhiyyah dan mencium bau wanginya.”

Lalu bocah itu mulai sekarat, dahinya berkeringat, napasnya tersengal-sengal dan kemudian wafat di pangkuanku.”

Abu Qudamah berkata,”Maka kulepaslah pakaianya yang berlumuran darah, lalu kuletakkan dalam sebuah kantong, kemudian ku kebumikan dia. Usai mengebumikannya, keinginan terbesarku ialah segera kembali ke Raqqah dan menyampaikan pesanya kepada ibunya.

Maka Akupun kembali ke Raqqah. Aku tak tahu siapa nama ibunya dan dimana rumah mereka. Tatkala aku menyusuri jalan-jalan di Raqqah, tampak olehku sebuah rumah. Didepan rumah itu ada gadis kecil berumur sembilan tahun yang berdiri menunggu kedatangan seseorang. ia melihat-lihat setiap orang yang berlalu didepanya. Tiap kali melihat orang yang baru datang dari bepergian ia bertanya,

“Paman…anda datang darimana?”

“Aku datang dari jihad…” kata lelaki itu

“Kalau begitu kakakku ada bersamamu…?” tanyanya

“Aku tak kenal, siapa kakakmu..” kata lelaki itu sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang kedua, dan tanyanya
“Akhi…anda datang darimana?”

“Aku datang dari jihad,” jawabnya.

“Kakakku ada bersamamu?”, tanya gadis itu.

“Aku tak kenal, siapa kakakmu.” jawabnya sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang ketiga, kempat, kelima dan demikian seterusnya. Lalu setelah putus asa menanyakan saudaranya, gadis itu menangis sambil tertunduk dan berkata,”Mengapa mereka semua kembali dan kakakku tak kunjung kembali?”

Melihat ia seperti itu, akupun datang menghampirinya. Ketika ia melihat bekas-bekas safar padaku dan kantong yang kubawa, ia bertanya,
“Paman…anda datang darimana?”

“Aku datang dari jihad,” jawabku.

“Kalau begitu kakakku ada bersamamu?”.

“Ibumu dimana?”tanyaku

“Ibu ada dalam rumah,” jawabnya,

“sampaikan kepadanya agar ia keluar menemuiku,” perintahku kepadanya.

Ketika perempuan tua itu keluar, ia menemuiku dengan wajah tertutup gaunnya. Ketika aku mendengar suaranya dan ia mendengar suaraku, ia bertanya,
“Hai Abu Qudamah, engkau datang hendak berbela sungkawa atau memberi kabar gembira?”

Maka aku tanya,”Semoga Allah merahmatimu. Jelaskanlah kepadaku apa yang kau maksud dengan bela sungkawa dan kabar gembira itu?”

“Jika engkau hendak mengatakan bahwa anakku telah gugur di jalan Allah, dalam keadaan maju dan pantang mundur berarti engkau datang membawa kabar gembira untukku, karena Allah telah menerima hadiahku yang kusiapkan untuk Nya sejak tujuh belas tahun silam. Namun jika engkau hendak mengatakan bahwa anakku kembali dengan selamat dan membawa ghanimah, berarti engkau datang untuk berbela sungkawa kepadaku, karena Allah belum berkenan menerima hadiah yang kupersembahakan untuk Nya,” jelas si perempuan itu.

Maka kataku, “Kalau begitu aku datang membawa kabar gembira untukmu. Sesungguhnya anakmu telah terbunuh fi sabilillah dalam keadaan maju pantang mundur. ia bahkan masih menyisakan sedikit kebaikan, dan Allah berkenan untuk mengambil sebagian darahnya hingga ia ridha”.

“Tidak, kurasa engkau tidak berkata jujur,” kata si Ibu sembari melirik kepada kantong yang kubawa, sedang puterinya menatapku dengan seksama.

Maka kukeluarkan isi kantong tersebut, kutunjukkan kepadanya pakaian puteranya yang berlumuran darah. Nampak serpihan wajah anaknya berjatuhan dari kain itu. diikuti tetesan darah yang tercampur dengan beberapa helai rambutnya.

“Bukankah ini adalah pakaianya..dan ini surbanya…lalu ini gamisnya yang kau kenakan pada anakmu sewaktu berangkat jihad…?” kataku.

“Allaahu Akbar…!!! teriak si ibu kegirangan.

Adapun gadis kecil tadi, ia justru berteriak histeris lalu jatuh terkulai tak sadarkan diri . Tak lama kemudian ia mulai merintih, “Aakh! Aakh..” (Kakak….kakak…)

Sang ibu merasa cemas, ia bergegas masuk kedalam mengambil air untuk puterinya, sedang aku duduk disamping kepalanya, mengguyurkan air kepadanya.

Demi Alah, dia tidak sedang merintih, ia tak sedang memanggil kakaknya..Akan tetapi ia sedang sekarat!! napasnya semakin berat..dadanya kembang kempis…lalu perlahan rintihanya terhenti. Ya, gadis itu telah tiada.

Setelah puterinya tiada, ia mendekapnya lalu membawanya kedalam rumah dan menutup pintu dihadapanku. Namun sayup sayup terdengar suara dari dalam,
“Ya Allah, aku telah merelakan kepergian suamiku, saudaraku dan anakku di jalan Mu. Ya Allah, kuharap engkau meridhaiku dan mengumpulkanku bersama mereka di JannahMu.”

Abu Qudamah berkata,”Maka ku ketuk pintu rumahnya dengan harapan ia akan membukakan. Aku ingin memberinya sejumlah uang, atau menceritakan kepada orang-orang perihal kesabaranya hingga kisahnya menjadi teladan. Akan tetapi sungguh, ia tak membukakan atau menjawab seruanku.

“Sunguh demi Allah, tak pernah kualami kejadian yang lebih menakjubkan dari ini,” kata Abu Qudamah mengakhiri kisahnya.

___________________________________________________________________

___________________________________________________________________

Batal Bunuh Diri Karena Seorang Bocah Kecil

MALAIKAT KECIL PENUNJUK KE SORGA

 Kisah seorang bocah kecil yang begitu semangat dalam Dakwah dan berhasil menyelamatkan seseorang yang telah putus asa dan telah berniat meng akhiri hidupnya dengan bunuh diri, Namun karena si anak ini maka ia membatalkan rencana bunuh dirinya, yuk kita simak ceritanya, dan ambillah hikmah dan pelajaran yang terkandung dalam cerita berikut ini.
__________________________________________________________________

Ada kisah menarik tentang semangat dakwah yang disampaikan oleh DR. Muhammad Ratib an-Nabulsy saat Khutbah Jum’at tertanggal 2 Juli 2011.sebuah kisah Inspiratif terjadi di Amsterdam yang sangat menarik untuk disimak.

Menjadi kebiasaan di hari Jum’at seorang Imam Masjid dan anaknya yang berumur 11 tahun membagi brosur di jalan-jalan dan keramaian, sebuah brosur dakwah yang berjudul “Thariiqun ilal jannah” (Jalan menuju Jannah).

Tapi kali ini, suasana sangat dingin ditambah rintik hujan yang membuat orang benar-benar malas untuk keluar rumah. Si anak telah siap memakai pakaian tebal dan jas hujan untuk mencegah dinginnya udara, lalu ia berkata kepada sang Ayah,

“Saya sudah siap, ayah!”

“Siap untuk apa Nak?”

“Ayah, bukankah ini waktunya kita menyebar brosur “Jalan menuju Jannah’?”

“Udara diluar sangat dingin, apalagi gerimis, saya tidak tahan dengan suasana dingin diluar “

“tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!”

“Ayah jika diizinkan saya ingin menyebar brosur sendirian,”

Sang ayah diam sejenak lalu berkata,

“Baiklah, pergilah dengan membawa beberapa brosur yang ada “

Anak itupun keluar ke jalanan kota membagikan brosur kepada orang yang dijumpainya, juga daru pintu ke pintu. Dua jam berjalan, dan brosur hanya tersisa sedikit saja. Ia pu mendatangi sebuah rumah untuk membagikan brosur itu. Ia pencet tombol bel rumah, namun tak ada jawaban. Ia pencet lagi, dan tak ada yang keluar. Hampir saja ia pergi, namun seakan ada suatu rasa yang menghalanginya. Untuk kesekian kalinya ia kembali memencet bel, dan ia ketuk pintu dengan keras. Ia tunggu beberapa lama, hingga pintu terbuka pelan. Ada wanita tua keluar dengan raut wajah yang menyiratkan kesedihan yang dalam.

Wanita tua itu berkata “ Apa yang bisa dibantu wahai anakku?”

Dengan wajah ceria, senyum yang bersahabat si anak berkata” Nek, mohon maaf jika saya mengganggu Anda, saya hanya inging mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga Anda, dan saya membawa brosur untuk Anda yang menjelaskan bagaimana Anda mengenal Allah, apa yang harus dilakukan manusia dan bagaimana memperoleh ridha-Nya.”

Anak itu menyerahkan brosurnya dan sebelum ia pergi , wanita itu sempat berkata “Terimakasih Nak”

___________

Sepekan kemudian,

___________

Usai sholat jum’at seperti biasa Imam masjid berdiri dan menyampaikan sedikit tausiah, lalu berkata “ Adakah diantara hadirin yang ingin bertanya , atau ingin mengutarakan sesuatu ?”

Dibarisan belakang, terdengar wanita tua berkata,

“Tak ada diantara hadirin ini yang mengenaliku, dan baru kali ini saya datang ketempat ini. Sebelum jum’at yang lalu saya belum menjadi seorang muslimah dan tidak berfikir menjadi sepertin ini sebelumnya. Sekitar sebulan yang lalu suamiku meninggal dunia, padahal ia satu-satunya orang yang kumiliki di dunia ini. Hari jum’at yang lalu, saat udara sangat dingin dan diiringi gerimis, saya kalap, karena tak tersisa lagi harapanku untuk hidup. Maka saya mengambil tali dan kursi, lalu saya membawanya ke kamar atas dirumahku. Saya ikat satu ujung tali dikayu atap. Saya berdiri dikursi, lalu saya kalungkan ujung tali yang satunya keleher, saya memutuskan untuk bunuh diri.”

Tapi, tiba-tiba terdengar olehku suara bel rumah dilantai bawah. Saya menunggu sasaat dan tidak menjawab, “paling sebentar lagi pergi”, batinku.

Tapi ternyata bel berdering lagi dan kuperhatikan ketukan pintu semakin keras terdengar. Lalu saya lepas tali yang melingkar di leher, dan saya turun untuk sekedar melihat siapa yang mengetuk pintu.

Saat kubuka , kulihat seorang bocah berwajah ceria, dengan senyuman laksana malaikat dan aku belum pernah melihat anak seperti itu. Ia mengucapkan kata-kata yang sangat menyentuh sanubariku, “ saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda” kemudian anak itu menyodorkan brosur kepadaku yang berjudul “Jalan menuju Jannah”

Akupun segera menutup pintu , aku memulai membaca isi brosur. Setelah membacanya, aku naik ke lantai atas, melepaskan ikatan tali di atap dan menyingkirkan kursi. Saya telah mantap untuk tidak memerlukan itu lagi selamanya.

Anda tahu, sekarang ini saya benar-benar merasa sangat bahagia, karena bisa mengenal Allah yang Esa, tiada ilah yang haq selain Dia.

Dan karena alamat markaz Dakwah tertera dibrosur itu, maka saya datang kesini sendirian untuk mengucapkan pujian kepada Allah, kemudian berterima kasih kepada kalian, khususnya ‘malaikat ‘ kecil yang telah mendatangiku pada saat yang tepat. Mudah-mudahan itu menjadi sebab selamat saya dari kesengsaraan menuju kebahagiaan jannah yang abadi.

Mengalirlah air mata para jamaah yang hadir di Masjid, gemuruh takbir. Allahu Akbar. Menggema diruangan. Sementara sang Imam turun dari mimbarnya, menuju shaff paling depan, tempat dimana puteranya yang tak lain ‘malaikat’ kecil itu duduk. Sang ayah mendekap dan mencium anaknya diringi tangisan haru. Allahu Akbar

__________________________________________________________________
sumber : ar-risalah no.131/vol.XVI/10 jumadil akhir – Rajab 1433

__________________________________________________________________

Apa Gunanya Membaca Al-Qur’an Jika tidak mengerti Artinya..??

MEMBACA AL-QURAN TAPI TIDAK TAHU MAKNANYA

 

Kadang kadang dalam pemikiran kita tiba tiba muncul sebuah pemikiran bahwa, membaca Al-Quran tidaklah berguna bila tidak mengerti apa artinya, Memang sih membaca Al-quran itu sebaiknya kita juga paham akan artinya dan sekarang kan sudah banyak tuh terjemahan Al-Quran, jadi kita baca Al-qurannya dan baca pula artinya, gampangkan.

Tetapi bila kita belum paham artinya dan tidak ada terjemahannya, janganlah kamu urngkan niatmu untuk membacanya karena membaca Al-Quran itu mendapatkan Pahala dan besar faedahnya,

 

Simak cerita berikut ini:

__________________________________________________________________
Ada seorang remaja bertanya kepada kakeknya:
“ Kakek, apa gunanya aku membaca Al qur’an, sementara aku tidak mengerti arti dan maksud dari Al qur’an yang kubaca “
Lalu si kakek menjawabnya dengan tenang:
“ Cobalah ambil sebuah keranjang batu ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku dengan sekeranjang air. “
Anak itu mengerjakan seperti yang diperintahkan kakeknya, tapi semua air yang dibawanya habis …sebelum ia sampai di rumah.

Kakeknya berkata :
“ Kamu harus berusaha lebih cepat “
Kakek meminta cucunya kembali ke sungai. Kali ini anak itu berlari lebih cepat, tapi lagi-lagi keranjangnya kosong (tanpa air) sebelum sampai di rumah.

Dia berkata kepada kakeknya
“ tidak mungkin bisa membawa sekeranjang air. Aku ingin menggantinya dengan ember “
“ Aku ingin sekeranjang air, bukan dengan ember “ Jawab kakek
Si anak kembali mencoba, dan berlari lebih cepat lagi. Namun tetap gagal juga. Air tetap habis sebelum ia sampai di rumah. Keranjang itu tetap kosong.
“ Kakek…ini tidak ada gunanya. Sia-sia saja. Air pasti akan habis di jalan sebelum sampai di rumah “
Kakek menjawab:
“ Mengapa kamu berpikir ini tidak ada gunanya? Coba lihat dan perhatikan baik-baik apa yang terjadi dengan keranjang itu “
Anak itu memperhatikan keranjangnya, dan ia baru menyadari bahwa keranjangnya yang tadinya kotor berubah menjadi sebuah keranjang yang BERSIH, luar dan dalam.
“ Cucuku, apa yang terjadi ketika kamu membaca Al Qur’an? Boleh jadi kamu tidak mengerti sama sekali. Tapi ketika kamu membacanya, tanpa kamu sadari kamu akan berubah, luar dan dalam. Itulah pekerjaan Allah dalam mengubah kehidupanmu.
Subhanallah..Tidak ada yang sia-sia ketika kita membaca Al Qur’an
Mari kita lebih sering lagi membacanya. Meski tanpa tahu artinya, namun tetap berusaha untuk memahami artinya yah..karena bagaimanapun juga lebih baik bila kita memahami arti dan kandungannya.

Editor :

Abdullah

Kisah Akibat Membuka Aurat di Facebook (bahan renungan)

JIWA YANG TERSIKSA KARENA FOTO DENGAN AURAT TERBUKA

__________________________________________________________________

Kisah ini mengenai seorang hamba Allah. Dia merupakan seorang wanita yang aktif berfacebook.Dalam facebook nya mempunyai banyak koleksi foto yang tidak menutup aurat.

Selepas dia meninggal dunia, ibunya sentiasa bermimpi dia merayu kepada ibunya supaya menghapus foto-fotonya yang tidak menutup auratnya di Facebook.

Malangnya tiada siapa yang mengetahui password Facebooknya.

Jadi, kemungkinan besar, rohnya tidak tenang dengan dosa auratnya yang dibiarkan begitu saja menjadi tatapan umum….

Dan ingatlah, bahwa azab untuk kita yg sengaja membiarkan aurat kita dilihat oleh lelaki bukan mahram adalah dosa yang besar dan dapat membawa ke dalam Api Neraka Allah SWT.
Meskipun itu hanya sebuah foto, karena foto foto kita yang memngumbar aurat adalah fitnah bagi yg melihatnya.

Cerita ini menjadi ikhtibar dan pelajaran buat kita, supaya tidak mengupload gambar kita yang tidak menutup aurat dengan sempurna, kita tak tahu bila kita akan Mati…Jadi, tolonglah kalau anda Sayangkan diri anda, Hapuslah gambar yang tidak sepatutnya.

Ingatlah aurat laki-laki yang harus dijaga diantara lutut dan pusar,
Dan aurat wanita adalah seluruh tubuhnya , namun dalam madzhab syafii ada keringanan bagi wanita yg bekerja untuk membuka wajah dan kedua telapak tangannya.

Sadarlah ,WALAU IKHLAS ATAU TIDAK YANG NAMANYA MENUTUP AURAT WAJIB DILAKUKAN,Jika Ikhlas maka Berpahala tetapi jika tidak Ikhlas maka sekurang-kurangnya TERHINDAR DARI DOSA.

Jangan dijadikan Ikhlas sebagai Alasan untuk menghalalkan yang Haram.

Ingat ini Saham dosa kita yg ditatap oleh ribuan orang bahkan bisa lebih dari jutaan orang yang dengan mudahnya melihat foto kita.
Satu foto yang kita upload tanpa menutup aurat bisa menjadi sumber dosa yang mengalir karena..
siapa yang menatapnya adalah dosa dan dosa pula bagi pemilik fotonya..demikian juga dosa bagi yang meng upload nya.
Bayang kan bila kita nanti telah meninggal sedangkan foto kita masih di  tatap oleh ribuan manusia maka dosa itu akan tetap mengalir pada kita.

Apabila telah sampai masanya – baru lah Penyesalan Sudah Tidak Berguna.

Akhir kata,

Semoga kita di beri kesadaran untuk tidak mengunggah atau mengupload foto diri kita yg tidak menutup aurat…

NB :
Terlepas benar atau salah cerita di atas, menutut aurat memang menjadi kewajiban bagi setiap manusia dan kita ambil hikmahnya dari cerita diatas.

(wallahu a’lam )

Iblis berkelahi mengalahkan Seorang Kyai

TIPU DAYA IBLIS

Cerita ini mengisahkan seorang kyai yang terpedaya oleh tipu daya Iblis.
___________________________________________________________________

Malam itu malam Jumat Kliwon. Penduduk desa beramai-ramai mendatangi sebuah pohon besar yang tumbuh di tepi sungai. Laki-laki, perempuan, tua, muda, datang membawa barang-barang yang akan digunakan untuk ‘sesajen’. Ada nasi tumpeng dengan ayam panggang, rokok, kembang setaman, ayam hitam mulus, kemenyan dan lain-lain.

Syetan telah merasuk ke dalam jiwa dan membelenggu hati mereka dengan keyakinan bahwa pohon besar itu dihuni oleh makhluk halus yang bisa mengabulkan semua keinginan mereka. Sehingga mereka datang memuja-muja makhluk penunggu pohon seraya menyebutkan keinginannya. Ada yang ingin kaya, ada yang ingin gampang jodoh, ada yang ingin laris dagangannya bahkan ada yang ingin kebal senjata. Ada juga yang ingin menanyakan berapa nomor ‘togel’ yang akan keluar dll.

Iblis semakin bersorak gembira karena pengikutnya semakin lama semakin banyak. Lain halnya dengan pak Kyai, seorang tokoh agaman di desa itu yang semakin jengah dengan kemusyrikan yang dilihatnya setiap hari. “Kasihan. Mereka tidak tahu bahwa iblis telah memperdaya mereka. Mereka akan dijadikan teman iblis dalam neraka. Aku tidak boleh tinggal diam. Satu-satunya cara adalah …menebang pohon itu! Aku harus menebang pohon itu!”

Selesai shalat subuh pak Kyai mengayunkan kaki dengan memanggul kapak besar di pundaknya menuju tempat pohon besar itu berada. Iblis yang sengaja tinggal di pohon itu tiba-tiba terperanjat, matanya silau dengan kilauan logam kapak pak Kyai yang ditimpa sinar matahari pagi. “Hah?!!! Ada orang membawa kapak mendatangi pohonku! Gawat! Hawanya lain.. dia orang yang berilmu…Aku harus waspada!”

Atas kehendak Allah pak Kyai memiliki kemampuan melihat dan berbicara dengan makhluk halus. Sehingga dengan mudah ia dapat berkomunikasi dengan penunggu pohon itu. “Hai Iblis! Pergilah! Aku akan menebang pohon ini karena telah banyak menyesatkan manusia”
“Aku tidak akan membiarkanmu menebang pohon ini!”
“Tidak peduli! Aku akan menebangnya!” Tiba-tiba Iblis mencekik leher pak Kyai. Tak mau kalah, pak Kyai memegang tanduk Iblis. Perkelahian tidak bisa dihindarkan, keduanya bergumul saling banting. Cukup lama keduanya berkelahi sampai akhirnya pak Kyai membanting Iblis hingga tersungkur ke tanah, dadanya diinjak. Iblis tak berkutik lagi.

“Baiklah. Aku kalah. Aku tidak akan menghalangimu lagi menebang pohon ini”. Pak Kyai melepas Iblis dan membiarkannya pergi. Namun ia merasa sangat lelah. Tenaganya terkuras habis adalam perkelahian tadi. Jangankan menebang pohon, mengayunkan kapak pun rasanya sudah tidak kuat lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang beristirahat. Ia berharap esok hari dapat menebang pohon dengan kondisi yang segar.
Keesokan harinya pak Kyai kembali memikul kapak dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Namun tak disangka-sangka, Iblis kembali datang menghalangi sehingga terjadilah perkelahian yang lebih seru dari sebelumnya. Lagi-lagi Iblis dibuat bertekuk lutut di kaki pak Kyai dan berjanji tidak akan menghalangi lagi. Karena kehabisan tenaga, pak Kyai tidak mampu menebang pohon saat itu. Ia kembali pulang beristirahat untuk memulihkan tenaganya. Ia akan menebang pohon itu esoknya.

Pagi-pagi pak Kyai kembali memanggul kapak. Dari kejauhan ia kembali melihat Iblis sedang berdiri bersandar di pohon. Raut mukanya kali ini tidak beringas seperti dua hari sebelumnya. Iblis yakin bahwa tidak mungkin bisa mengalahkan manusia yang kuat aqidahnya dengan cara bertarung fisik. Satu-satunya cara adalah dengan menggunakan ‘tipu daya’ . Dengan lemah lembut Iblis berkata. “Wahai Kyai…Tahukah kau mengapa aku mencegahmu untuk menebang pohon itu? Aku khawatir dan kasihan kepadamu. Walaupun pohon itu sudah ditebang, belum tentu mereka akan sadar. Bahkan mereka akan membencimu dan mencari pohon lain untuk disembah. Sia-sia kan usahamu? Nah.. karena kau telah mengalahkan aku, sekarang aku ingin membantumu memberantas kemusyrikan di desa ini. Sementara jangan tebang dulu pohon itu. Aku akan memberimu uang lima juta setiap hari. Dengan uang itu hidupmu akan tercukupi. Kau juga bisa membagi-bagikan uang itu kepada orang-orang duafa’. Kau bisa membangun masjid yang indah sehingga orang-orang menaruh simpati kepadamu dan kau bisa lebih mudah mengajak mereka kembali beribadah kepada Allah. Bukankah tujuanmu mengajak sebanyak-banyaknya orang agar mau beribadah kepada Allah?”

Pak Kyai merasa apa yang diucapkan Iblis itu masuk akal. Tipu daya Iblis telah merasuk ke dalam banaknya. Pak Kyai berharap memerangi kemusyrikan dengan cara persuasif, pendekatan secara halus, akan membuahkan hasil daripada dengan cara yang frontal.
“Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan uang yang kau janjikan itu? Apakah perkataanmu bisa dipercaya?”
“Lihat saja besok pagi di bawah bantalmu. Kalau tidak ada, kau boleh menebang pohon itu”
“Baiklah. Tapi awas kalau ingkar janji, kau tidak akan bisa menghalangiku menebang pohon itu”

Pak Kyai pulang ke rumahnya sambil berangan-angan bahwa besok pagi ia akan mendapatkan uang lima juta di bawah bantal. Keesokan harinya dengan hati berdebar pak Kyai membuka bantalnya…
“Haahh? Uang seratus-ribuan! Lima puluh lembar!” Walau begitu pak Kyai masih ragu apakah uang itu asli atau palsu. Ketika ia mencoba membelanjakan uang tersebut ternyata asli! Para pedagang menerima pembayaran uang itu.

“Alhamdulillah…aku akan membagi-bagikan pada fakir miskin. Bukankah besok aku dapat uang lagi”.
Pak Kyai mulai sibuk menghitung yang ia terima lima juta setiap hari. Rencana-rencana pun mulai ia susun. “Tiga hari lima belas juta. Sebulan seratus lima puluh juta. Aku akan beli mobil, motor, membangun rumah dan membangun masjid terindah di desa ini”. Menjelang tidur angan-angan pak Kyai berkelana. Ia membayangkan masjid yang dibangunnya dipenuhi orang-orang untuk beribadah. Mereka berebut menyalami dan berfoto dengannya, mengelu-elukan kyai kaya yang dermawan. Ia tertidur pulas dengan senyum tersungging. Sementara Iblis menari-nari karena telah berhasil menjebak pak Kyai.

Di suatu pagi, pak Kyai terkejut manakala dibalik bantalnya tidak ada lagi uang sama sekali.
“Mana uang itu..?! Betul-betul tidak bisa dipercaya! Dasar Iblis! Gagal rencanaku membangun masjid! Kutebang saja pohon itu. Biar tau rasa!” Dengan muka merah padam menahan amarah, pak Kyai bergegas menuju pohon besar itu. “Kali ini tidak ada kompromi..”
“Mau kemana pak Kyai?” Pak Kyai terkejut mendengar sapaan Iblis.
“Aku mau menebang pohonmu! Minggir!”

“Tak akan kubiarkan. Ayo hadapi aku!”  Perkelahian antara pak Kyai dan Iblis tidak terelakkan lagi. Keduanya sama-sama mengeluarkan jurus-jurus andalan. Kali ini pak Kyai kuwalahan menahan serangan-serangan Iblis. Ia pun tersungkur bertekuk lutut di bawah kaki Iblis. Ia berteriak-teriak minta ampun, tetapi Iblis terus menginjak dadanya. Dengan congkak Iblis berkata,“Hai manusia sombong! Mana kekuatanmu!”
“Hai Iblis! Kenapa kau mengalahkan aku?”

“Hahaha.. Kali ini kau ingin menebang pohon gara-gara tidak ada uang di bawah bantalmu. Ketika kau marah karena membela hukum atau aqidah Tuhanmu, maka kau berada dalam genggaman Allah, sehingga aku tidak bisa mengalahkanmu.

Tapi ketika kau marah karena mengikuti hawa nafsu demi kepentingan dirimu sendiri, maka kau lepas dari genggaman Allah. Kau bagai biri-biri yang tak peduli ditinggalkan gembalanya karena asyik terpikat menikamati rumput yang hijau. Maka leluasalah aku mengalahkanmu..Hahaha!

Engkau datang kembali untuk menebang pohon bukan karena ingin menegakkan Agama Allah, namun kamu datang ingin menebang Pohon karena kamu marah disebabkan aku tidak memberimu uang, sehingga sekarang kamu sangat mudah aku kalahkan.

Pergi sana! Jangan ganggu pohonku lagi!”

Maka dengan gontai pak Kyai pulang sambil menyesali kelengahannya sehingga begitu mudah ia terperangkap oleh tipu daya Iblis. “Oohh bodohnya aku…Sungguh licik dan halus tipu daya Iblis, Kupikir kalau sudah tenjadi kyai tidak akan mudah terkecoh. Aku telah takabur sehingga lengah mau bekerja sama dengan Iblis. Pelajaran berharga untukku aku harus selalu waspada dan tak akan berhubungan dengan Iblis dalam hal apapun! ”
Kesimpulan :
Ketika kita melangkah karena keyakinan kita Kepada Allah Swt, maka kita akan kuat,
Namun ketika kita melangkahkan kaki karena nafsu, maka kita sangat mudah dikuasai oleh syaitan yang terkutuk.

Sungguh tipu daya syaitan itu sangat licik, syaithan adalah musuh yang nyata bagi manusia, maka berhati-hatilah.

Ayah yang Taubat karena Anaknya

MENGAPA BUKAN AYAH SAJA YANG MENINGGAL?

__________________________________________________
(Kisah anak yg menyadarkan kealpaan ayahnya…subhanallah!)
__________________________________________________
Saat itu Ia masih seorang bocah, dan masih duduk di bangku kelas 3 SD
Suatu kali ustadz di kelasnya memotivasi para siswa untuk menjaga shalat jamaah shubuh

Sang ustadz menyampaikan sebuah hadits tentang keutamaan shubuh berjamaah :

“Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)
Anak ini sangat terkesan dengan hadits tersebut dan segera menghafalnya dan ia bertekad untuk meng amalkannya.

Namun Bagi si anak, Shubuh merupakan sesuatu yg sulit bagi sang bocah
Namun sang bocah telah bertekad untuk menjalankan shalat shubuh di masjid
Lalu dgn cara bagaimana anak ini memulainya?
Dibangunkan ayah? ibu? dengan alarm?…bukan!
Sang anak nekat tidak tidur semalaman lantaran takut bangun kesiangan,
Sehingga Semalaman anak ini begadang, hingga tatkala adzan shubuh berkumadang, iapun ingin segera keluar menuju masjid.
Tapi…tatkala ia membuka pintu rumahnya
Suasana sangat gelap, pekat, sunyi, senyap…membuat nyalinya menjadi ciut, rasa takut pun merasuki dirinya melihat malam yang kelam.
Tahukah Anda, apa yg ia lakukan kemudian?
tatkala itu, sang bocah mendengar langkah kaki kecil dan pelan, dengan diiringi suara tongkat memukul tanah…
Ya…ada kakek-kakek berjalan dengan tongkatnya
Sang bocah yakin, kakek itu sedang berjalan menuju masjid
maka ia mengikuti di belakangnya, tanpa sepengetahuan sang kakek.
Begitupula cara ia pulang dari masjid, bocah ini pun mengikuti langkah kakek tersebut hingga melintasi rumahnya.
Bocah itu menjadikan itu sebagai kebiasaan
begadang malam, shalat shubuh mengikuti kakek2 yg melewati rumahnya,
Dan ia tidur setelah shubuh hingga menjelang sekolah
Tak ada org tuanya yg tahu, selain hanya melihat sang bocah lebih banyak tidur di siang hari daripada bermain. Dan ini dilakukan sang bocah agar bisa begadang malam.
Hingga suatu kali…
Terdengar kabar olehnya, kakek2 itu meninggal
Sontak, si bocah menangis sesenggukan….
Sang ayah heran…”Mengapa kamu menangis, nak? Ia bukan kakekmu…bukan siapa-siapa kamu!”
Saat si ayah mengorek sebabnya, sang bocah justru berkata, “kenapa bukan ayah saja yang meninggal?”
“A’udzu billah…, kenapa kamu berbicara seperti itu?” kata sang ayah heran.
Si bocah berkata, “Mendingan ayah saja yg meninggal, karena ayah tidak pernah memangunkan aku shalat Shubuh, dan mengajakkku ke masjid. ..
Sementara kakek itu….setiap pagi saya bisa berjalan di belakangnya untuk shalat jamaah Shubuh.”
ALLAHU AKBAR!

Menjadi kelu lidah sang ayah, hingga tak kuat menahan tangisnya.
Kata-kata anak tersebut mampu merubah sikap dan pandangan sang ayah, hingga membuat sang ayah sadar sebagai pendidik dari anaknya, dan lebih dari itu sebagai hamba dari Pencipta-Nya yg semestinya taat menjalankan perintah-Nya.

Dan kini Sang ayah menjadi rajin shalat berjamaah karena dakwah dari anaknya…
“Rabbana hablanaa min azwaajina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqiina imaama..”

NB :
>Cerita ini mungkin fiktif belaka, namun banyak mengandung pelajaran dan hikmah di dalamnya.
>Artikel Keutamaan Shalat Shubuh Berjamaah
Editor :
Abdullah